Heroin merupakan opioid yang terbuat dari morfin, senyawa alami yang dihasilkan dari berbagai biji tanaman opium yang tumbuh di Asia Tenggara dan Asia Barat Daya, Meksiko, dan Kolombia. Heroin dapat berbentuk bubuk putih atau coklat, atau zat lengket hitam yang dikenal dengan black tar heroin.
Efek Kesehatan Heroin
| Nama Komersil | Bentuk Umum | Cara Umum Penggunaan | DEA Schedule |
| tidak ada penggunaan komersil | Bubuk putih atau coklat, atau zat lengket hitam yang dikenal dengan “black tar heroin” | Suntik, hisap, hirup | I** |
| Efek Kesehatan | |
| Jangka pendek | Euforia; mulut kering; gatal; mual; muntah; analgesia; pernapasan dan detak jantung melambat. |
| Jangka panjang | Vena kolaps; abses (jaringan bengkak berisi nanah); infeksi pada lapisan dan katup di jantung; sembelit dan kram perut; penyakit hati atau ginjal; pneumonia. |
| Masalah kesehatan lainnya | Kehamilan: keguguran, berat badan lahir rendah, sindrom putus zat pada bayi baru lahir (neonatal abstinence syndrome). Risiko HIV, hepatitis, dan penyakit menular lainnya akibat penggunaan jarum suntik bersama. |
| Kombinasi dengan alkohol | Perlambatan detak jantung dan pernapasan yang berbahaya, koma, kematian. |
| Gejala putus obat | Kegelisahan, nyeri otot dan tulang, insomnia, diare, muntah-muntah, rasa dingin yang disertai bulu kuduk merinding (“cold turkey”). |
| Pilihan pengobatan | |
| Obat-obatan | MetadonBuprenorfinNaltrekson (bentuk kerja-pendek dan kerja-panjang) |
| Terapi perilaku | Contingency management atau motivational incentives12-step facilitation therapyAplikasi medis seluler: reset-O ™ digunakan bersama dengan pengobatan yang mencakup buprenorfin dan contingency management |
Laporan Penelitian: Heroin
1. Gambaran umum
Heroin merupakan opioid yang sangat adiktif, dan penggunaannya memiliki memiliki dampak yang jauh melampaui efeknya pada pengguna sebagai individu. Konsekuensi sosial dan medis dari penggunaan narkoba ini – seperti hepatitis, HIV/AIDS, efek pada janin, kejahatan, kekerasan, dan gangguan dalam lingkungan keluarga, tempat kerja, serta sekolah – memiliki dampak yang sangat buruk bagi masyarakat dan menghabiskan biaya miliaran dollar setiap tahun.
Meskipun penggunaan heroin pada populasi umum cukup rendah, jumlah orang yang mulai menggunakan heroin mulai meningkat sejak tahun 2007. Hal ini mungkin disebabkan, sebagiannya, oleh peralihan dari penyalahgunaan obat pereda nyeri yang diresepkan ke heroin sebagai alternative yang mudah didapatkan dan lebih murah dan persepsi yang salah bahwa heroin murni lebih aman daripada heroin yang tidak murni karena tidak perlu disuntikkan.
Seperti kebanyakan penyakit kronis lainnya, gangguan penyalahgunaan narkoba dapat diobati. Obat-obatan tersedia untuk mengobati gangguan penggunaan heroin serta mengurangi craving dan gejala putus obat heroin, sehingga meningkatkan kemungkinan mencapai abstinens.
2. Apa itu heroin dan bagaimana cara penggunaannya?
Heroin adalah zat terlarang yang sangat adiktif. Zat ini diolah dari morfin, zat alami yang diekstrak dari biji tanaman opium. Zat ini dijual dalam bentuk bubuk putih atau coklat yang “dipotong” dengan gula, pati, susu bubuk, atau kina. Heroin murni merupakan bubuk putih dengan rasa pahit, yang sebagian besar berasal dari Amerika Selatan dan, dalam jumlah yang lebih kecil, dari Asia Tenggara, dan mendominasi pasar AS di sebelah timur sungai Mississippi.
Heroin yang sangat murni dapat dihirup atau dihisap dan lebih menarik bagi pengguna baru karena menghilangkan stigma yang berkaitan dengan penggunaan narkoba suntik. Heroin “black tar” lengket seperti ter atap atau keras seperti batu bara dan sebagian besar diproduksi di Meksiko dan dijual di AS, di sebelah barat sungai Mississippi. Warna gelap yang merupakan cirri heroin “black tar” berasal dari metode pemrosesan kasar yang meninggalkan kotoran. Heroin yang tidak murni biasanya dilarutkan, diencerkan, dan disuntikkan ke dalam pembuluh darah, otot, atau di bawah kulit.
3. Bagaimana cakupan penggunaan heroin di AS?
(semua data yang ditampilkan dalam artikel ini merujuk data AS)
Berapa banyak orang menggunakan heroin?
- Pada kelompok usia 12 tahun ke atas di tahun 2021, 0,4% (atau sekitar 1,1 juta orang) dilaporkan menggunakan heroin dalam 12 bulan terakhir (2021 DT 1.1).
sumber: 2021 NSDUH Annual National Report*
Berapa banyak siswa yang menggunakan heroin?
- Pada tahun 2022, diperkirakan 0,3% siswa kelas 8, 0,2% siswa kelas 10, dan 0,3% siswa kelas 12 dilaporkan menggunakan heroin dalam 12 bulan terakhir.
sumber:2022 Monitoring The Future Survey
Berapa banyak orang yang mengalami gangguan penggunaan heroin?
- Pada kelompok usia 12 tahun ke atas di tahun 2021, diperkirakan sekitar 0,4% (atau sekitar 1,1 juta orang) mengalami gangguan penggunaan heroin dalam 12 bulan terakhir (2021 DT 1.1).
sumber: 2021 NSDUH Annual National Report*
Berapa banyak orang yang meninggal akibat overdosis heroin?
- Pada tahun 2021, sekitar 9.173 orang meninggal karena overdosis yang melibatkan heroin. Pelajari lebih lanjut mengenai angka kematian overdosis: Drug Overdose Deaths: Facts and Figures
sumber: CDC Wonder Database
* pandemik COVID-19 berdampak pada pengumpulan data bagi the 2021 National Survey on Drug Use and Health (NSDUH). Untuk informasi lebih lanjut, silahkan kunjungi: 2021 National Survey on Drug Use and Health (NSDUH) Releases dari the Substance Abuse and Mental Health Services Administration.
4. Apa efek heroin terhadap tubuh manusia?
Heroin dan/atau metabolitnya – senyawa yang dihasilkan tubuh ketika memproses narkoba – mengikat dan mengaktivasi reseptor tertentu di dalam otak yang disebut dengan mu-opioid receptors (MORs). Tubuh manusia mengandung zat kimia alami yang disebut neurotransmiter yang mengikat reseptor di otak dan tubuh untuk mengatur rasa sakit, pelepasan hormon, dan perasaan sejahtera. Ketika MORs diaktivasi dalam pusat penghargaan di otak, reseptor tersebut menstimulasi pelepasan neurotransmiter dopamin, menyebabkan penguatan perilaku mengonsumsi narkoba. Konsekuensi dari aktivasi reseptor opioid dengan opioid yang diperoleh dari luar tubuh, dibandingkan dengan zat kimia yang diperoleh dari dalam tubuh, bergantung pada beragam faktor: seberapa banyak narkoba tersebut digunakan, di bagian tubuh atau otak mana narkoba tersebut membentuk ikatan, seberapa cepat narkoba tersebut sampai di lokasi target, seberapa kuat dan persisten interaksi ikatan yang terbentuk, seberapa kuat ikatannya dan seberapa lama, seberapa cepat sampai di bagian tujuan, dan apa yang terjadi setelahnya.
5. Apa efek langsung (jangka pendek) dari penggunaan heroin?
Ketika heroin masuk ke otak, zat tersebut diubah menjadi morfin dan mengikat ke reseptor opioid dengan cepat. Pengguna heroin umumnya melaporkan merasakan lonjakan sensasi yang menyenangkan – “rush”. Intensitas “rush” bergantung pada seberapa banyak heroin digunakan dan seberapa cepat zat tersebut memasuki otak dan mengikatkan diri dengan reseptor opioid. Dengan heroin, “rush” biasanya disertai dengan kulit memerah, mulut kering, dan merasa berat di ekstremitas. Mual, muntah, dan rasa gatal yang parah juga dapat terjadi. Setelah efek awal, pengguna biasanya merasa mengantuk selama beberapa jam; fungsi mental menjadi kabur; fungsi jantung melambat; dan pernapasan pun melambat, terkadang dapat mengancam jiwa. Pernapasan melambat juga dapat menyebabkan koma dan kerusakan otak permanen.
Opioid berperan di banyak area di otak dan sistem saraf
- Opioid dapat menekan pernapasan dengan merubah aktivitas neurokimia di dalam batang otak, dimana fungsi tubuh otomatis seperti pernapasan dan detak jantung dikendalikan.
- Opioid dapat memperkuat perilaku penggunaan narkoba dengan merubah aktivitas di sistem limbik, yang mengendalikan emosi.
- Opioid dapat memblokir rasa sakit yang ditransmisikan melalui sumsum tulang belakang dari tubuh.
6. Apa efek jangka panjang dari penggunaan heroin?
Penggunaan heroin yang berulang merubah struktur fisik dan fisiologi otak, menciptakan ketidakseimbangan jangka panjang di sistem neuron dan hormon yang sulit untuk dibalikkan. Banyak penelitian menunjukkan adanya penurunan pada materi putih otak akibat penggunaan heroin, yang mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan, mengatur perilaku, dan merespon situasi yang penuh tekanan. Heroin juga menimbulkan toleransi dan ketergantungan fisik yang berat. Toleransi terjadi ketika semakin banyak jumlah heroin yang dibutuhkan untuk mendapatkan efek yang sama. Dengan ketergantungan fisik, tubuh beradaptasi terhadap kehadiran heroin, dan gejala putus obat muncul ketika penggunaan zat tersebut dikurangi secara mendadak.
Putus obat dapat terjadi dalam kurun waktu beberapa jam setelah penggunaan terakhir zat tersebut. Gejala putus obat mencakup kegelisahan, nyeri otot dan tulang, insomnia, diare, muntah-muntah, rasa dingin yang disertai bulu kuduk merinding (“cold turkey”), dan gerakan kaki. Gejala putus obat yang berat terjadi antara 24 – 48 jam setelah dosis terakhir heroin yang digunakan dan berkurang setelah sekitar satu minggu. Akan tetapi, sejumlah orang menunjukkan gejala putus obat persisten selama beberapa bulan. Pada akhirnya, penggunaan heroin berulang-ulang mengakibatkan gangguan penggunaan heroin – penyakit relaps kronis yang jauh melampui kondisi ketergantungan fisik dan dikarakterisasikan dengan perilaku mencari heroin yang tidak dapat dikendalikan, tanpa mempertimbangkan konsekuensi perilaku tersebut. Heroin bersifat sangat adiktif, tidak peduli bagaimana cara penggunaannya, meskipun cara penggunaan yang memungkinkannya mencapai otak dengan sangat cepat (misalnya, melalui suntikan atau dihisap) meningkatkan risiko timbulnya gangguan penggunaan heroin. Setelah seseorang mengalami gangguan tersebut, mencari dan menggunakan heroin menjadi tujuan utama dalam hidup mereka.
7. Bagaimana heroin berkaitan dengan penyalahgunaan obat resep?
Dampak kesehatan yang merugikan akibat penyalahgunaan obat opioid yang diresepkan untuk mengobati rasa nyeri telah meningkat drastic dalam beberapa tahun terakhir. Contoh, hampir setengah dari semua kematian akibat opioid di AS sekarang melibatkan opioid yang diresepkan. Orang cenderung berasumsi obat pereda nyeri yang diresepkan lebih aman dibandingkan obat-obatan terlarang karena obat resep diresepkan oleh dokter; namun, ketika obat resep digunakan untuk alasan atau dengan cara atau dalam jumlah yang tidak sesuai dengan anjuran dokter, atau digunakan oleh orang lain selain orang yang diresepkan obat tersebut, obat resep yang disalahgunakan dapat menimbulkan efek kesehatan yang sangat buruk, seperti gangguan penggunaan narkoba, overdosis, dan kematian, terutama ketika dikombinasikan dengan zat lain atau alkohol. Penelitian menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat resep merupakan jalan pembuka bagi penggunaan heroin. Sejumlah orang juga melaporkan bahwa mereka beralih ke heroin karena lebih murah dan lebih mudah didapatkan daripada obat resep.
8. Apa saja komplikasi medis dari penggunaan heroin kronis?
Tanpa mempertimbangkan cara penggunaannya, pengguna heroin kronis mengalami berbagai komplikasi medis, seperti insomnia dan sembelit. Komplikasi paru-paru (termasuk berbagai jenis pneumonia dan tuberkulosis) dapat terjadi akibat kesehatan pengguna yang buruk serta efek heroin yang menekan pernapasan. Banyak pengguna yang mengalami gangguan jiwa, seperti depresi dan antisocial personality disorder (gangguan kepribadian antisosial). Laki-laki sering mengalami disfungsi seksual dan siklus menstruasi wanita sering menjadi tidak teratur. Selain hal-hal tersebut, terdapat konsekuensi khusus yang erat kaitannya dengan cara penggunaan heroin. Misalnya, orang yang berulang kali menghirup heroin dapat merusak jaringan mukosa di hidung serta melubangi septum hidung (jaringan yang memisahkan saluran hidung).
Konsekuensi medis dari penggunaan suntik kronis adalah pembuluh darah yang terluka dan/atau kolaps, infeksi bakteri pada pembuluh darah dan katup jantung, abses (bisul), dan infeksi jaringan lunak lainnya. Banyak zat adiktif dalam heroin “jalanan” mengandung zat yang tidak mudah larut sehingga menimbulkan penyumbatan pembuluh darah menuju paru-paru, hati, ginjal, atau otak. Hal ini dapat menyebabkan infeksi atau bahkan kematian sebagian kecil sel dalam organ vital. Reaksi imun terhadap zat ini atau kontaminan lainnya dapat menyebabkan radang sendi atau masalah rematik lainnya.
Berbagi perangkat menyuntik atau cairan dapat mengakibatkan sejumlah konsekuensi paling parah dari penggunaan heroin – infeksi hepatitis B, hepatitis C, dan HIV, serta sejumlah virus lain yang ditularkan melalui darah, yang kemudian dapat ditularkan pengguna narkoba suntik ke pasangan seksual dan anak-anak mereka.
9. Mengapa penggunaan heroin menyebabkan risiko penularan HIV/AIDS dan Hepatitis B, serta Hepatitis C?
Penggunaan heroin meningkatkan risiko tertular HIV, hepatitis virus, dan agen infeksius lainnya melalui kontak dengan darah yang terinfeksi atau cairan tubuh (misalnya, air mani, air liur) yang diakibatkan dari berbagi jarum suntik dan perangkat menyuntik yang telah digunakan oleh orang yang terinfeksi atau melalui hubungan seksual tanpa pelindung dengan orang yang terinfeksi. Menghirup atau merokok tidak menghilangkan risiko penyakit infeksius seperti hepatitis dan HIV/AIDS karena orang yang berada di bawah pengaruh narkoba sering terlibat dalam perilaku seksual berisiko atau perilaku berisiko lainnya yang dapat membuat mereka terpapar penyakit tersebut.
Pengguna narkoba suntik (penasun) merupakan kelompok yang paling berisiko tinggi tertular infeksi hepatitis C (HCV) dan terus menjadi penyebab meningkatnya epidemi HCV: setiap penasun yang terinfeksi HCV kemungkinan akan menularkan ke 20 orang lainnya. Dari 30.500 kasus baru infeksi HCV yang terjadi di AS pada tahun 2014, sebagian besar kasus tersebut terjadi di kalangan penasun.
Infeksi hepatitis B (HBV) pada penasun dilaporkan mencapai 25% di AS pada tahun 2014, merupakan hal yang menyedihkan karena vaksin yang efektif untuk melindungi dari infeksi HBV telah tersedia. Saat ini, belum ada vaksin yang tersedia untuk melindungi dari infeksi HCV.
Penggunaan narkoba, hepatitis virus dan penyakit menular lainnya, penyakit jiwa, disfungsi sosial, dan stigma sering kali merupakan kondisi yang terjadi bersamaan yang memengaruhi satu sama lain, sehingga menimbulkan tantangan kesehatan yang lebih kompleks yang memerlukan rencana perawatan komprehensif yang disesuaikan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien. Contoh, penelitian yang didanai oleh NIDA menunjukkan bahwa pengobatan bagi gangguan penggunaan narkoba, bersama dengan pencegahan HIV dan program penjangkauan berbasis komunitas, dapat membantu pengguna narkoba merubah perilaku yang membuat mereka berisiko tertular HIV dan penyakit menular lainnya. Mereka dapat mengurangi penggunaan narkoba dan perilaku berisiko terkait narkoba seperti berbagi jarum suntik dan praktik seksual yang tidak aman dan, pada gilirannya, mengurangi risiko terpapar HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
10. Bagaimana heroin mempengaruhi wanita hamil?
Penggunaan heroin selama kehamilan dapat menyebabkan neonatal abstinence syndrome (NAS). NAS terjadi ketika heroin masuk melalui plasenta ke janin selama kehamilan menyebabkan bayi mengalami ketergantungan heroin, demikian juga dengan ibu. Gejala NAS meliputi tangis berlebihan, demam, iritabilitas, kejang, penambahan berat badan yang lambat, tremor, diare, muntah, dan kemungkinan kematian. NAS memerlukan rawat inap dan perawatan dengan obat-obatan (seringkali morfin) untuk meredakan gejala; obat yang diberikan akan dikurangi secara bertahap hingga bayi menyesuaikan diri dengan kondisi bebas opioid. Rumatan metadon yang dikombinasikan dengan layanan prenatal program perawatan narkoba yang komprehensif dapat meningkatkan hasil yang terkait dengan penggunaan heroin yang tidak diobati, baik bagi bayi dan ibu, meskipun bayi yang terpapar metadon selama kehamilan biasanya memerlukan perawatan untuk NAS.
Uji klinis yang didanai oleh NIDA mendemonstrasikan bahwa pengobatan buprenorfin bagi ibu yang ketergantungan opioid aman digunakan untuk ibu dan janin yang dikandungnya. Setelah dilahirkan, bayi hanya perlu pengobatan morfin dalam jumlah yang sedikit dan waktu rawat inap yang lebih pendek dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang menjalani program rumatan metadon. Penelitian juga menunjukkan bahwa buprenorfin yang dikombinasikan dengan nalokson (dibandingkan dengan pengurangan morfin) sama amannya untuk mengobati bayi yang lahir dengan kondisi NAS, sehingga makin mengurangi efek samping yang dialami bayi yang lahir dari ibu yang ketergantungan opioid. Sebuah penelitian yang didanai NIDA menemukan bahwa pemberian buprenorfin sublingual pada bayi dengan kondisi NAS menghasilkan durasi pengobatan yang lebih pendek dibandingkan pemberian morfin oral, dan juga menghasilkan waktu rawat inap yang lebih singkat, dengan tingkat efek samping yang sama.
Pengobatan Buprenorfin pada Ibu Selama Kehamilan Memberi Manfaat Bagi Janin yang Dikandung

Uji klinis yang didanai NIDA menemukan bahwa buprenorfin merupakan alternatif yang aman dan efektif dibandingkan metadon dalam mengobati ketergantungan opioid selama kehamilan. Buprenorfin juga ditemukan efektif dalam mengurangi gejala NAS pada bayi baru lahir dari ibu yang ketergantungan opioid.
11. Apa yang dapat dilakukan pada kasus overdosis heroin?
Overdosis adalah konsekuensi berbahaya dan mematikan dari penggunaan heroin. Heroin dalam jumlah besar menekan denyut jantung dan pernapasan sedemikian rupa hingga penggunanya tidak dapat bertahan hidup tanpa bantuan medis. Nalokson (misalnya, Narcan®, Kloxxado®) merupakan obat antagonis reseptor opioid yang dapat menghilangkan seluruh tanda-tanda intoksikasi opioid sehingga membalikkan kondisi overdosis opioid. Obat tersebut bekerja dengan cara membentuk ikatan dengan reseptor opioid dengan cepat, mencegah heroin mengaktivasi reseptor tersebut. Karena peningkatan jumlah kematian akibat overdosis opioid yang dramatis, terdapat permintaan yang lebih besar untuk layanan pencegahan overdosis opioid. Nalokson yang dapat digunakan oleh tenaga non-medis telah menunjukkan upaya yang hemat biaya serta dapat menyelamatkan jiwa. Pada bulan April 2015, FDA menyetujui penggunaan obat semprot hidung Narcan®, yang disemprotkan langsung ke satu lubang hidung. Pada tahun 2021, FDA menyetujui penggunaan nalokson dalam bentuk obat semprot hidung dengan dosis tinggi, KLOXXADO®. Karena Narcan® dan Kloxxado® dapat digunakan oleh anggota keluarga atau pengasuh, akses terhadap nalokson menjadi lebih luas.
Selain itu, the Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA) terus memperbaharui Opioid Overdose Prevention Toolkit: https://library.samhsa.gov/product/overdose-prevention-response-toolkit/pep23-03-00-001 yang memberikan informasi bermanfaat yang diperlukan untuk mengembangkan kebijakan dan praktik mencegah overdosis dan kematian akibat penggunaan opioid. Alat bantu tersebut menyediakan materi yang disesuaikan dengan status perespon pertama, penyedia perawatan, dan individu yang pulih dari overdosis opioid.
Pelajari lebih lanjut mengenai nalokson dalam ringkasan kebijakan NIDA: https://archives.nida.nih.gov/publications/naloxone-opioid-overdose-life-saving-science
12. Apa saja pengobatan yang tersedia bagi gangguan penggunaan heroin?
Sejumlah pengobatan efektif tersedia bagi gangguan penggunaan heroin, termasuk pengobatan perilaku dan farmakologis (obat-obatan). Kedua pendekatan tersebut membantu mengembalikan tingkat kenormalan fungsi otak dan perilaku, yang berdampak terhadap peningkatan angka pekerjaan dan menurunkan risiko penularan HIV dan penyakit lainnya, serta penurunan perilaku kriminal. Meskipun pengobatan farmakologis dan perilaku dapat sangat membantu ketika digunakan terpisah, penelitian menunjukkan bahwa bagi banyak orang, menggabungkan kedua pendekatan tersebut merupakan pendekatan yang lebih efektif.
Pengobatan farmakologis
Penelitian ilmiah menunjukkan pengobatan farmakologis terhadap gangguan penggunaan heroin meningkatkan retensi dalam program pengobatan dan menurunkan penggunaan narkoba, penularan penyakit menular, dan tindak kriminal.
Ketika orang yang mengalami ketergantungan opioid seperti heroin pertama kali berhenti menggunakannya, mereka mengalami gejala putus obat (nyeri, diare, mual, dan muntah), yang mungkin parah. Obat-obatan dapat membantu tahap detoksifikasi untuk mengurangi craving dan gejala fisik lainnya yang sering membuat seseorang mengalami relaps. FDA menyetujui penggunaan lofexidine, obat non-opioid yang didisain untuk mengurangi gejala putus obat opioid. Meskipun bukan merupakan pengobatan bagi kecanduan, detoksifikasi merupakan langkah pertama yang bermanfaat ketika dilakukan bersama dengan pengobatan yang berbasis bukti ilmiah.
Obat-obatan yang dikembangkan untuk mengobati gangguan penggunaan opioid bekerja melalui reseptor opioid yang sama dengan narkoba yang menyebabkan kecanduan, tetapi lebih aman dan kecil kemungkinannya untuk menimbulkan perilaku berbahaya yang mencirikan gangguan penggunaan zat. Tiga jenis obat-obatan meliputi: (1) agonis, yang mengaktivasi reseptor opioid; (2) agonis parsial, yang juga mengaktivasi reseptor opioid tetapi menghasilkan respons yang lebih kecil; dan (3) antagonis, yang memblokir reseptor tersebut dan mengganggu efek penghargaan terhadap opioid. Obat tertentu digunakan berdasarkan kebutuhan medis spesifik pasien dan faktor-faktor lainnya. Obat-obatan yang efektif meliputi:
- Metadon (Dolophine® atau Methadose®) adalah agonis opioid yang bekerja lambat. Metadon diminum secara oral sehingga mencapai otak secara perlahan, meredam efek “high” yang muncul melalui rute pemberian lain sekaligus mencegah gejala putus zat. Metadon telah digunakan sejak tahun 1960-an untuk mengobati gangguan penggunaan heroin dan masih menjadi pilihan pengobatan yang sangat baik, terutama bagi pasien yang tidak merespons pengobatan lain dengan baik. Metadon hanya tersedia melalui program perawatan rawat jalan yang disetujui, dimana metadon diberikan kepada pasien setiap hari.
- Buprenorfin (Subutex®) adalah agonis opioid parsial. Buprenorfin meredakan keinginan mengonsumsi obat tanpa menimbulkan efek samping “high” atau berbahaya seperti opioid lainnya. Suboxone® adalah formulasi baru buprenorfin yang diminum secara oral atau sublingual dan mengandung nalokson (antagonis opioid) untuk mencegah upaya mabuk dengan menyuntikkan obat tersebut. Jika seseorang dengan gangguan penggunaan heroin menyuntikkan subokson, nalokson akan menyebabkan gejala putus obat, yang dihindari ketika diminum diminum secara oral sesuai resep. FDA menyetujui penggunaan buprenorfin mulai tahun 2002, membuat obat ini menjadi obat pertama yang memenuhi syarat untuk diresepkan oleh dokter bersertifikat melalui the Treatment of Drug Addiction Act. Persetujuan ini menghapus kebutuhan mengunjungi klinik perawatan khusus, memperluas akses ke perawatan bagi mereka yang membutuhkan. Selain itu, the Comprehensive Addiction and Recovery Act (CARA), yang disahkan menjadi undang-undang pada bulan Juli 2016, untuk sementara memperluas kelayakan untuk meresepkan obat berbasis buprenorfin bagi pengobatan dengan bantuan obat (medication-assisted treatment) kepada praktisi perawat dan asisten dokter yang berkualifikasi hingga tanggal 1 Oktober 2021. Pada bulan Februari 2013, FDA menyetujui dua bentuk generic subukson, membuat pilihan pengobatan ini lebih terjangkau. FDA menyetujui penggunaan implan buprenorfin subdermal selama 6 bulan pada bulan Mei 2016 dan suntikan buprenorfin sebulan sekali pada bulan November 2017, mengurangi hambatan pada dosis harian.
- Naltrekson (Vivitrol®) merupakan antagonis opioid. Naltrekson memblokir aksi opioid, tidak bersifat adiktif ataupun sedative, dan tidak menyebabkan ketergantungan fisik; namun, pasien sering bermasalah dalam mematuhi pengobatan ini sehingga membatasi efektivitas obat tersebut. Pada tahun 2010, FDA menyetujui penggunaan formulasi naltrekson suntik jangka panjang (Vivitrol®) untuk indikasi baru bagi pencegahan relaps bagi ketergantungan opioid setelah detoksifikasi opioid. Diberikan sebulan sekali, Vivitrol® dapat meningkatkan kepatuhan dengan menghilangkan kebutuhan dosis harian.
Terapi perilaku
Banyak perawatan perilaku yang efektif dan tersedia untuk menangani gangguan penggunaan opioid yang dapat diberikan pada setting rawat jalan maupun residensial. Pendekatan seperti contingency management dan cognitive behavioural therapy telah menunjukkan bahwa pendekatan tersebut efektif dalam menangani gangguan penggunaan heroin, khususnya ketika diberikan bersama dengan obat-obatan. Contigency management menggunakan sistem berbasis voucher dimana pasien mengumpulkan “poin” berdasarkan hasil tes urin negatif, yang dapat mereka tukar dengan item yang mendukung pola hidup sehat. Cognitive behavioural therapy didisain untuk membantu memodifikasi harapan dan perilaku pasien terkait dengan penggunaan narkoba dan meningkatkan keterampilan dalam menghadapi berbagai stresor kehidupan. Tugas penting adalah mencocokkan pendekatan pengobatan terbaik untuk memenuhi kebutuhan khusus pasien.
13. Dimana saya bisa mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai heroin?
Informasi yang terdapat di situs web NIDA:
- Informasi tentang penyalahgunaan obat dan konsekuensi kesehatan terkait
- Publikasi, berita, dan acara NIDA
- Sumber daya untuk profesional perawatan kesehatan
- Informasi pendanaan (termasuk pengumuman dan tenggat waktu program)
- Aktivitas internasional
- Tautan ke situs web terkait (akses ke situs web banyak organisasi lain di bidang tersebut)
Situs web NIDA: https://nida.nih.gov/research-topics/heroin
Tautan ke artikel asli:
- https://nida.nih.gov/research-topics/heroin
- https://nida.nih.gov/research-topics/commonly-used-drugs-charts#heroin
- https://nida.nih.gov/publications/research-reports/heroin/overview
Kalimat kutipan:
NIDA. 2021, August 3. Overview. Retrieved from https://nida.nih.gov/publications/research-reports/heroin/overview on 2025, January 30

